English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
i'm out of idea.... brain freezing...

Assets Analysis

ASSETS ANALYSIS

1. Historical Cost and Conservatism

Aktiva adalah sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan yang diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomis di masa yang akan datang dan dapat diukur dengan tingkat kepastian yang memadai. Prinsip utama yang digunakan untuk mengidentifikasikan dan menilai aktiva adalah historical cost dan conservatism. Di bawah prinsip historical cost, aktiva dinilai pada biaya perolehannya, sedangkan prinsip conservatism menetapkan satu perkecualian untuk penggunaan dari nilai historical cost. Prinsip conservatism mempersyaratkan manajemen untuk menurunkan sampai kepada nilai wajarnya atas aktiva yang telah mengalami impairment. Oleh karena itu, conservatism menyediakan keyakinan tambahan bagi investor bahwa estimasi manajemen dari nilai sumber daya perusahaan tidak disajikan secara berlebihan.

Manfaat dari menganalisis aktiva:

  1. Memecahkan pertanyaan apakah pengeluaran harus dicatat sebagai aktiva dalam laporan keuangan perusahaan, atau apakah hal itu seharusnya dilaporkan sebagai beban pada periode yang bersangkutan.
  2. Memecahkan evaluasi dari nilai aktiva yang dilaporkan dalam laporan keuangan, termasuk juga evaluasi/penilaian dari amortisasinya, angsuran, dan penurunan nilainya.

Investor tertarik untuk mempelajari apakah sumber daya yang telah mereka investasikan ke perusahaan telah dibelanjakan secara bijaksana. Neraca menyediakan start awal yang sangat berguna untuk analisis jenis ini karena neraca menyediakan informasi atas nilai dari sumber daya yang diperoleh atau dikembangkan oleh manajemen. Dari perspektif/pandangan investor, hal ini sangat penting karena manajer mempunyai insentif untuk menyajikan sesuatu yang kelihatan baik dalam posisinya sebagai pengurus dari sumber daya perusahaan. Dengan mempersyaratkan bahwa transaksi akan dicatat pada harga pertukaran historis, akuntansi meletakkan sebuah kendala dari kemampuan manajemen untuk menyajikan secara berlebihan nilai dari aktiva yang mereka peroleh atau kembangkan.

2. Assets Reporting Challenges

Tantangan dalam laporan keuangan adalah untuk menentukan mana jenis pengeluaran yang dapat digolongkan sebagai aset. Pertanyaan utama untuk mengakui suatu aset melibatkan penilaian mengenai:

  1. Siapa yang mempunyai sumberdaya yang dipertanyakan?
  2. Apakah sumber daya itu diperkirakan dapat menyediakan manfaat ekonomi dimasa depan?
  3. Apakah manfaat tersebut dapat diukur dengan kepastian yang layak.

Pengakuan asset menciptakan sejumlah peluang bagi manajemen untuk mempertimbangkan pelaporan keuangan. Peluang ini umumnya untuk transaksi di mana kepemilikan dari suatu sumber daya adalah tidak-pasti. Dapat juga timbul ketika manfaat ekonomi dari pengeluaran adalah tidak-pasti atau sulit untuk diukur, atau ketika nilai-nilai sumber daya sudah berubah.

2.1 Tantangan Pertama: Kepemilikan Sumber Daya Adalah Tidak Pasti

Untuk beberapa transaksi, pertanyaan mengenai siapa yang memiliki sumber daya dapat menjadi sulit untuk dipisahkan. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh berikut ini:

a. Sumber daya yang disewa (Leased resources)

Dalam usaha menstandarisasi laporan atas transaksi leasing, standar akuntansi telah membuat kriteria yang jelas untuk membedakan antara operating lease dengan capital lease. Menurut SFAS 13, transaksi leasing dianggap sebagai pembelian aktiva jika memenuhi kondisi sebagai berikut:

i. Kepemilikan dari aktiva berpindah ke lessee pada akhir periode leasing.

ii. Perjanjian leasing mempunyai opsi untuk membeli aktiva pada akhir periode leasing.

iii. Perjanjian leasing 75% atau lebih dari masa manfaat aktiva yang diharapkan.

iv. Present value dari pembayaran leasing 90% atau lebih dari harga wajar aktiva.

Perjanjian leasing memenuhi kriteria sebagai pembelian dicatat sebagai capital lease. Aktiva didepresiasikan selama periode leasing, dan pembayaran leasing diperlakukan sebagai pembayaran bunga dan pinjaman. Perjanjian leasing yang tidak memenuhi kriteria pembelian diperlakukan operating leases. Penerapan standar laporan leasing memerlukan prakiraan masa manfaat aktiva dan harga wajar aktiva.

b. Modal manusia (Human capital)

Perusahaan menghabiskan biaya pelatihan untuk memperoleh manfaat di masa mendatang melalui peningkatan produktivitas dan atau kualitas jasa atau produknya.

Pertanyaannya adalah:

i. Bagaimana seharusnya biaya ini dicatat?

ii. Haruskan mereka ditampilkan sebagai aktiva atau diamortisasi sesuai dengan masa manfaat pegawai yang bekerja di perusahaan?

iii. Atau harus dibebankan pada periode berjalan?

Akuntan berargumentasi bahwa:

i. Keahlian yang dihasilkan melalui pelatihan tidak dimiliki oleh perusahaan tapi dimiliki oleh pegawai.

ii. Pegawai dapat meninggalkan satu perusahaan dan menempati posisi di perusahaan lain tanpa persetujuan perusahaan sebelumnya.

iii. Terdapat kesulitan dalam mengaitkan antara dampak dari pelatihan dengan kinerja di masa depan.

Hasilnya, standar akuntansi di USA dan di mana pun menentukan bahwa biaya pelatihan dibebankan pada periode berjalan.

Pertanyaan Analisis Utama

Diskusi tersebut mengindikasikan bahwa sulit untuk mendefinisikan kepemilikan, manajemen terkadang memiliki peluang untuk menggunakan kebijakan untuk memutuskan apakah akan mencatat akuisisi dari sumber daya sebagai aset. Dalam kasus lain, manajemen mungkin tidak mempunyai kebijakan apapun karena standar akuntansi tidak mengijinkan perusahaan manapun untuk mencatat akuisisi dari sumber daya aset. Kedua situasi tersebut menciptakan peluang untuk analis keuangan. Pertama adalah terciptanya peluang untuk mengevaluasi asumsi yang mendasari metode dari pelaporan yang digunakan oleh manajemen. Kedua, menciptakan peluang untuk mencirikan perusahaan yang suka menahan keuntungan dari pengeluaran sumber daya, bahkan ketika kepemilikan adalah samar-samar atau bahkan tidak ada sama sekali. Sebagai hasilnya, beberapa pertanyan akan sangat berguna untuk analis:

1. Sumber daya perusahaan apa yang dikeluarkan dari neraca karena hasil dari manfaat kepemilikan adalah tidak pasti? Jika sumber daya tersebut adalah kritis bagi strategi tersebut dan penciptaan nilai, alternatif apa yang tersedia untuk mengevaluasi seberapa bagus sumber daya tersebut diatur? Contoh, jika human capital merupakan aset utama, berapa banyak yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk pelatihan? Berapa tarif untuk perputaran karyawan? Apa ukuran yang digunakan oleh perusahaan untuk mengevaluasi efektitivitas dari program pelatihan tersebut?

2. Apakah manajemen tampak dengan sengaja menulis kontrak-kontrak untuk menghindari kepemilikan penuh sumber penghasilan utama? Jika demikian, faktor apa yang dapat menjelaskan perilaku tersebut? Contoh, apa tipe dari perjanjian leasing yang dimiliki oleh perusahaan? Apakah sewa digunakan untuk mengatur resiko teknologi yang berada di luar kendali manajemen atau untuk melaporkan aktiva utama (dan kewajiban) dari off balance sheet?

3. Jika sewa digunakan untuk menghindari pelaporan aktiva dan kewajiban utama, apa dampak dari pencatatan item tersebut atas laporan keuangan?

4. Sudahkan perusahaan mengubah metodenya dalam pelaporan pengeluaran sumber daya dimana hal ini merupakan pertanyaan mengenai kepemilikan? Contoh, sudahkan perusahaan merubah metode amortisasi dari capital lease assets? Faktor apa yang dapat menjelaskan keputusan ini? Sudahkan perusahaan merubah bisnisnya atau model operasinya?

2.2 Tantangan Kedua: Keuntungan Ekonomi Tidak Pasti atau Sulit Diukur

Hampir selalu sulit meramalkan dengan tepat berapa keuntungan di masa yang akan datang yang berhubungan dengan pembiayaan modal karena dunia yang tidak pasti. Nilai ekonomi dari kebanyakan sumber daya juga didasarkan atas perkiraan ketidakpastian manfaat ekonomi di masa yang akan datang. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh berikut ini:

a. Goodwill

Para akuntan di kebanyakan negara saat ini menghendaki perusahaan untuk mencatat nilai aktiva berwujud dan kewajiban yang diperolehnya pada harga wajarnya dan mencatat kelebihan pembayarannya sebagai goodwill penuh sebagai aktiva. Dasar pembenaran untuk pendekatan ini adalah adanya arm’s-length transaction antara pembeli dan penjual.

Dua tantangan meningkat dari bentuk akuntansi ini:

i. Karena sulit untuk menaksir apakah merger sedang mencapai keuntungan yang diharapkan, maka sulit pula untuk mengestimasi apakah goodwill telah menjadi “badwill”.

ii. Penciptaan suatu periode yang berubah-ubah untuk mengamortisasi goodwill membuat perusahaan yang melakukan akuisisi yang berhasil sulit untuk membedakannya dari perusahaan yang melakukan akuisisi netral. Apabila keduanya menggunakan periode amortisasi empat puluh tahun, perusahaan yang telah meningkatkan nilai pemegang saham melaporkan akuisisi tersebut dalam cara yang tepat sama seperti perusahaan yang tidak menciptakan nilai baru.

b. Merek

Nama merek dagang suatu produk dapat menciptakan nilai bagi pemiliknya melalui:

i. Memungkinkan tingkat pemasaran yang lebih rendah dari persaingan, karena kesadaran pasar yang tinggi.

ii. Menciptakan pengangkatan bersama distributor dan pengecer, karena pelanggan mengharapkan mereka membawa merek tersebut.

iii. Memungkinkan harga yang lebih tinggi dari persaingan, karena persepsi pelanggan yang lebih tinggi tentang nilai.

Tidak seperti paten atau hak cipta, merek dagang tak memiliki batas dalam hal berapa lama dapat digunakan. Apabila dikelola dengan baik, mereka dapat menjadi aktiva abadi. Aset ini tidak diamortisasi tetapi diperiksa kembali secara tahunan untuk beberapa nilai penyusutan.

Mencantumkan merek dagang dalam neraca selalu menimbulkan peluang untuk penyalahgunaan keputusan manajemen, karena adanya kesulitan dalam estimasi nilai merek dagang. Oleh karenanya, invetor harus memperhatikan bahwa terdapat kemungkinan bagi manajemen untuk membesar-besarkan nilai merek dagang dan gagal untuk mengakui penurunan nilai berdasarkan waktu. Manajemen dimungkinkan untuk mengurangi hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan ahli penilaian independen untuk menilai aset merek dagang dan mengijinkan auditor mengakhiri penilaian. Bagaimanapun, bentuk verifikasi ini tidak mungkin untuk mengeliminasi perhatian investor secara keseluruhan.

Untuk perusahaan dimana merek dagang tidak dilaporkan sebagai aset, tantangan manajemen adalah menyediakan cara lain untuk meyakinkan investor akan nilai dari merek dagang.

Tantangan untuk investor dan pengguna laporan keuangan adalah menilai apakah inisiatif pemasaran dan perluasan merek dagang selalu sukses.

c. Aktiva Pajak Tangguhan

Berdasarkan SFAS 109, perusahaan di U.S diharuskan menunjukkan aktiva pajak tangguhan untuk nilai pemindahan kerugian operasi, keuntungan penyisihan suatu penilaian untuk bagian aktiva yang tidak mungkin direalisasikan. FASB menyatakan bahwa aktiva pajak tangguhan yang lebih dari 50% kemungkinannya tidak direalisasi harus dimasukkan dalam penyisihan penilaian. Pendekatan ini serupa dengan penilaian piutang usaha atau piutang wesel.

Aktiva pajak tangguhan dapat juga muncul jika pelaporan pajak merealisasi laba sebelumnya ke pelaporan keuangan. Contohnya, pendapatan yang dibayar di muka sering diakui untuk tujuan pajak sebelum pengakuan pelaporan keuangan. Biaya jaminan (warranty) diakrualkan untuk tujuan pelaporan keuangan, tetapi baru diakui ketika suatu kewajiban terjadi untuk tujuan pajak. Sebagai hasil dari perbedaan sementara antara pajak dengan laporan pendapatan, pajak dapat dibayar terlebih dahulu untuk pengakuan pendapatan dalam laporan keuangan. Prinsip penandingan menyediakan kreasi dari suatu akrual untuk mengakui uang muka ini. Peraturan SFAS untuk mencatat uang muka serupa dengan yang digunakan dalam pelaporan pemindahan kerugian operasional. Suatu aktiva pajak tangguhan diciptakan dan suatu cadangan penilaian disiapkan untuk mencatat porsi dari aktiva yang tidak mungkin direalisasi.

Pelaporan keuangan untuk aktiva pajak tangguhan menyediakan manajemen dengan suatu peluang untuk melatih penilaian dalam menaksir cadangan penilaian. Dasar untuk taksiran ini adalah peramalan manajemen apakah perusahaan memungkinkan untuk mendapatkan laba di masa yang akan datang, dan jika demikian, apakah laba tersebut cukup untuk mengambil keuntungan penuh dari pemindahan kerugian operasional dan uang muka pajak. Penelitian baru-baru ini menemukan bukti kecil bahwa manajer menggunakan penilaian ini untuk mengatur laba (earning management).

Pertanyaan Analisis Utama

Diskusi diatas mengilustrasikan 3 metode dari pencatatan pengeluaran-pengeluaran manfaat ekonomi yang tidak pasti atau sulit untuk diukur. Ketiga metode ini memberi tantangan dan pertanyaan untuk analis keuangan:

a. Yang manakah aktiva-aktiva dalam neraca yang sulit diukur dan dinilai? Aktiva dengan pasar likuid seperti surat-surat berharga, secara relatif mudah untuk dinilai, sedangkan perusahaan yang “unik” atau perusahaan yang memiliki aktiva khusus, seperti goodwill dan merek dagang kebanyakan memberikan tantangan. Apa yang menjadi dasar untuk menilai tipe-tipe aktiva ini? Asumsi apa yang dibuat dalam laporan keuangan?

b. Bagaimana setiap asumsi-asumsi atau taksiran-taksiran dibuat oleh manajemen dalam menilai aktiva dibandingkan dengan asumsi-asumsi dalam tahun sebelumnya? Sudahkah ada perubahan dalam mengasumsikan umur goodwill? Apakah piutang lancar atau cadangan aktiva pajak tangguhan sebagai presentase dari aktiva kotor (gross assets) sangat berbeda dari tahun sebelumnya? Faktor apa saja yang akan menjelaskan perubahan tersebut? Sudahkah perusahaan membuat perubahan untuk strategi bisnisnya atau kebijakan operasinya? Sudahkah ada perubahan didalam pandangan untuk industri atau ekonomi secara keseluruhan?

c. Bagaimana asumsi-asumsi manajemen untuk menilai aktiva dan membandingkannya dengan asumsi-asumsi yang dibuat oleh pesaing? Sekali lagi, jika ada perbedaan, apa yang menjadi penjelasan-penjelasan potensial? Apakah perusahaan memiliki strategi berbeda? Apakah mereka mengoperasikan bisnisnya dalam daerah geografis yang berbeda? Apakah manajemen memiliki insentif untuk mengatur laba?

d. Apakah perusahaan memiliki sejarah dalam menaksir nilai terlalu tinggi atau terlalu rendah dari aktiva yang sulit untuk dinilai? Contohnya, apakah manajemen secara konsisten menjual tipe aktiva pada suatu kerugian atau suatu keuntungan?

e. Apakah aktiva-aktiva kunci tidak dilaporkan dalam neraca dikarenakan kesulitan pengukuran atau ketidakpastian? Hal ini termasuk merek dagang, R&D, aktiva tak berwujud lainnya? Bagaimana perusahaan mengatur aktiva ini? Apakah manajemen mendiskusikan strateginya untuk pemeliharaan, penambahan, dan menaikkan aktiva-aktiva ini? Indikator apa yang diperhatikan perusahaan untuk mengevaluasi seberapa baik perusahaan mengatur aktiva-aktiva ini?

2.3 Tantangan Ketiga: Perubahan dalam Manfaat Ekonomi Masa Depan

Tantangan terakhir dalam mencatat aktiva-aktiva adalah bagaimana merefleksikan perubahan dalam nilai aktiva sepanjang masa. Tipe aktiva apa? Jika ada, haruskah di mark-up atau di mark-down untuk nilai wajarnya? Hal tersebut dapat dilihat dari contoh berikut ini:

a. Perubahan dalam nilai dari aktiva operasional

Perubahan dalam nilai aktiva operasional direfleksikan dalam laporan keuangan dengan berbagai cara. Contoh, perubahan dalam nilai piutang direfleksikan dalam cadangan piutang tak tertagih, perubahan dalam nilai dari portofolio pinjaman direfleksikan dalam cadangan kerugian, revisi dalam umur aktiva dan nilai sisa direfleksikan dalam taksiran amortisasi, dan penurunan dalam persediaan dan nilai aktiva jangka panjang direfleksikan dalam penurunan nilai.

Standar akuntansi di US tidak mengijinkan pengakuan setiap peningkatan-peningkatan dalam nilai aktiva operasional melebihi biaya historisnya. SFAS 121 memerlukan aktiva operasional yang nilainya diturunkan (impaired) dicatat ke harga pasarnya, dibawah biaya. Pendekatan ini konsisten dengan prinsip konservatism. Tentu saja, tantangan dalam mengimplementasikan standar ini adalah bahwa seringkali sulit untuk menilai apakah sebuah aktiva telah mengalami penurunan nilai (impairment), dan jika demikian, berapa jumlah kerugiannya. Hasilnya, disana muncul pertimbangan manajemen untuk menentukan kapan mengenali suatu aktiva telah mengalami penurunan dan berapa banyak penurunan yang akan dicatat. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat muncul seperti apakah perusahaan menunda pencatatan aktiva impairment atau menaksir rendah dampak dari impairment. Sebagai alternatif, beberapa orang telah bertanya apakah para manajer menggunakan biaya impairment untuk memperbaiki kinerja pelaporan masa depan.

Di beberapa negara lain, manajemen diijinkan untuk menilai aktiva pada nilai wajarnya. Contonya Standard Australia dan U.K yang mengijinkan para manajer untuk menilai kembali aktiva tetap dan aktiva tak berwujud jika aktiva tersebut telah di apresiasi dalam nilainya.

Dengan mengijinkan perusahaan menilai kembali aktivanya, standar Australia dan U.K secara potensial mengijinkan manajer untuk mengkomunikasikan taksiran-taksiran mereka dari nilai aktiva utama perusahaan kepada para investor. Bagaimanapun, para manajer juga memiliki peluang yang lebih besar untuk menyatakan aktiva secara berlebihan.

b. Perubahan dalam nilai instrumen keuangan

Teori keuangan menganggap sebagai sebuah kenyataan bahwa perusahaan (atau perorangan) dapat membeli atau menjual instrument keuangan di pasar modal pada harga pasar, mereka menerima informasi mengenai nilai saham sebagaimana investor lain pun menerimanya. Oleh karena itu, fair value dapat menyajikan harga yang rendah secara independent berbeda-beda, dan lebih relevan untuk pengguna laporan keuangan daripada nilai akuisisi, alasan lainnya adalah dapat digunakan untuk menaikan atau menurunkan harga pasar.

Peraturan akuntansi U.S melarang pencatatan instrumen pada fair value jika kepemilikan adalah untuk tujuan pengontrolan perusahaan lain. Alternatif lain, investasi dicatat menggunakan equity method atau pendekatan konsolidasi. Equity method digunakan ketika perusahaan memiliki 20-50% kepemilikan saham pada perusahaan lain dan dipertimbangkan sebagai kepemilikan parsial dan tidak mempunyai kontrol penuh pada perusahaan lain tersebut (perusahaan asosiasi). Investasi kemudian dinilai pada harga perolehannya ditambah dengan deviden dari perusahaan asosiasi pada laba ditahan sejak kepemilikan investasi. Untuk investasi lebih dari 50%, pemilik mempunyai kontrol yang penuh pada anak perusahaan dan dicatat dengan metode konsolidasi. Dua metode konsolidasi yang digunakan:

i. Jika anak perusahaan dibeli dengan transaksi tunai, akuntansi pembelian yang digunakan. Asset dari anak perusahaan kemudian masuk ke dalam neraca konsolidasi sesuai dengan nilai pada saat diakusisi dan secara periodik disusutkan. Perbedaan diantara harga beli dan fair value dari aktiva berwujud dicatat sebagai goodwill dan diamortisasikan sesuai masa manfaat sampai maksimum empat puluh tahun.

ii. Jika anak perusahaan dibeli karena pembelian saham, metode pooling of interest digunakan untuk mencatat akuisisi. Asset dari anak perusahaan kemudian masuk ke dalam neraca konsolidasi sesuai dengan nilai bukunya, dan tidak ada penilaian goodwill.

Jika pemilik instrumen keuangan tidak mengontrol perusahaan lain, akuntan lebih mudah dalam menilai instrumen keuangan pada harga pasar. Sebagai contohnya, jika tujuan pemilik adalah untuk menghedging perubahan harga atau menghedging fluktuasi cash inflow atau cash outflow di masa yang akan datang. Jika perusahaan mempunyai instrument keuangan sebagai simpanan uang kas dan juga bertujuan untuk menjualnya sewaktu waktu, hal ini dilaporkan pada fair value. Hanya jika manajemen berharap bahwa instrument keuangan dimiliki sesuai maturity-nya maka dicatat pada nilai historis.

c. Perubahan dalam nilai anak perusahaan asing

Banyak perusahaan memiliki anak perusahaan asing dimana aset mereka akan terkena fluktuasi peruabahan nilai tukar. Pertanyaan yang timbul adalah:

i. Bagaimanakah fluktuasi atas perubahan nilai tukar ini dicatat?

ii. Apakah aset perusahaan anak asing harus diterjemahkan kedalam mata uang lokal sebesar nilai historisnya ketika asset diperoleh?

iii. Ataukah mereka akan diterjemahkan ke dalam harga saat ini?

Oleh karena itu, SFAS No.52 mengatur bahwa aset dan kewajiban perusahaan anak harus diterjemahkan ke dalam nilai saat ini. Sehingga perusahaan induk hanya akan menjadi subjek atas adanya dampak perubahan nilai pertukaran mata uang atas aktiva bersihnya. Dampak ini direfleksikan dalam ekuitas pemegang saham di dalam translation adjustment. SFAS No. 52 kemudian mengharuskan aset dan kewajiban atas perusahaan anak untuk dinilai dengan menggunakan metode unit moneter atau nonmoneter. Berdasarkan pendekatan ini, aset dan kewajiban moneter (seperti kas, piutang, hutang, dan pendanaan) diterjemahkan berdasarkan nilai saat ini, dan sebaliknya aset dan kewajiban nonmoneter (seperti persediaan, aktiva tetap, dan aktiva tak berwujud) dinilai sebesar nilai historisnya (ketika transaksi dilakukan).

Pertanyaan Analisis Utama

Diskusi diatas menunujukkan bahwa keputusan manajemen yang berbelit-belit dalam melaporkan dampak perubahaan nilai aset tergantung dari tipe aset itu sendiri, negara dimana perusahaan berpoperasi, dan bagaimana mengelola bisnisnya. Untuk analisis keuangan, faktor-faktor tersebut akan menimbulkan pertanyaan:

a. Apakah aset operasi akan dikurangi? Bukti kerusakan sudah termasuk performa yang lemah dan/atau dicatat oleh perusahaan lain dalam suatu industri. Jika aset nampak memburuk tetapi tidak dicatat, apakah dasar kebenaran manajemen untuk tidak mencatat adanya kerusakan tersebut?

b. Apakah manajemen kelihatan akan memiliki kekurangan atau kelebihan dalam mencatat kerugian perusahaan atas aset operasi, apakah akan membuatnya lebih sulit untuk dievaluasi pada performa ke depan? Apakah perusahaan telah secara konstan melaporkan adanya kerugian perusakan, mengidikasikan ketidakinginan untuk menilai kembali? Apakah mananjemen memiliki model bisnis yang berkelanjutan atau sekedar rencana untuk mengkoreksi masalahnya?

c. Jika perusahaan menilai kembali aset operasinya, baik lebih atau kurang, basis apakah yang digunakan untuk memberikan esimasi atas harga wajarnya? Apakah penilaian tersebut didasarkan pada penaksiran yang independen ataukah hanya berasal dari estimasi manajemen?

d. Apakah alasan manajemen untuk mengevaluasi asetnya jika nilainya telah meningkat?

e. Apakah motifnya tersebut konsisten dengan keingainan para pemegang saham? Sebagai contoh, apakah perusahaan melindungi resiko atas keuntungan yang diperoleh pemegang saham atau keuntungan untuk manajer?

f. Apakah nilai pasar dari seluruh instrumen keuangan?

g. Apakah resiko nilai mata uang asing yang tak tersembunyi atas operasi perusahaan? Apakah kerugian dan keuntungan mata uang asing dilaporkan, baik dalam laporan laba rugi atau ke dalam bagian ekuitas di neraca? Apakah manajemen melindungi resiko adanya pertukaran mata uang asing? Seberapa efektifkah jika perlindungan nilai ini dilakukan?

3. Common Misconception About Asset Accounting

sejumlah salah paham tentang sifat alami akuntansi.

a. Jika perusahaan membeli suatu sumber daya, maka harus dijadikan sebagai aset.

Logika ini secara umum sering digunakan untuk mengakui goodwill sebagai suatu aset. Hal tersebut memberikan manajemen suatu keuntungan dari keragu-raguan dalam pencatatan nilai penuh dari pengeluaran akuisisi sebagai aset, manajemen tidak akan mengeluarkan pengeluaran jika tidak mengantisipasi prospek dari keuntungan di masa mendatang.

Bagaimanapun, logika ini mengabaikan kemungkinan manajer dapat membuat kekeliruan atau bahwa beberapa para manajer mulai bertindak tidak menguntungkan bagi pemegang saham. Bukti yang ada mengindikasikan bahwa merger dan akuisisi secara khusus tidak menciptakan nilai untuk mendapatkan pemegang saham. Nilai dari goodwill dari transaksi tersebut mungkin tidak dicatat sebagai aset, melainkan hanya merefleksikan kelebihan pembayaran dari target atau under estimate dari keuntungan merger. Oleh sebab itu, keuntungan saham negatif pada saat pengumuman dari akuisisi mengindikasikan bahwa investor bersikap skeptisme terhadap keuntungan merger. Bagaimanapun, akuntan tidak boleh merefleksikan skeptisme pada nilai goodwill ini sampai ditemukan bukti untuk pelemahan.

b. Jika anda tidak dapat membuang/menghapus sumber daya, sumber daya tersebut bukan merupakan suatu aset.

Pernyataan ini hanya untuk membenarkan penghapusan atau pengeluaran intangible dari neraca. Memang benar, sangatlah sulit untuk mengestimasi keuntungan ekonomis dari suatu intangible. Sebagai catatan, bahwa hal ini benar untuk goodwill. Bagaimanapun, kealamian intangible dari suatu aset bukanlah berarti mereka tidak memiliki nilai. Untuk beberapa perusahaan, tipe dari aset ini sangat bernilai. Sebagai contoh, dua aset yang berharga yang dimiliki Merck adalah kemampuan penelitian yang mana dapat menciptakan obat-obat baru, dan yang kedua adalah tim penjualan yang mana mampu untuk menjual obat tersebut ke dokter-dokter. Hal tersebut tidak dicatat dalam neraca Merck.

Dari pandangan investor, akuntan mempunyai hambatan dalam menilai aktiva yang tidak berwujud yang dapat mengurangi kepentingan dari investor. Jika aktiva tek berwujud tersebut tidak dimasukkan dalam laporan keuangan, investor harus mencari sumber informasi alternatif tentang aset tersebut.

c. Jika anda membeli suatu sumber daya, sumber daya tersebut harus dijadikan aset: namun jika akan mengembangkannya, hal tersebut tidak perlu diakui sebagai aset.

Pernyataan ini biasanya digunakan untuk membenarkan pencatatan perolehan aktiva tak berwujud, seperti R&D dan merek, namun hal tersebut tidak dicatat sebagai biaya. Logika dari perbedaan yang tampak bahwa aktiva yang tidak berwujud telah selesai, seperti penyelesaian R&D dan penetapan merek,aktiva tak berwujud ini dapat dinilai lebih siap pada saat pengembangan. Walaupun hal itu mungkin benar, hal tersebut memperbolehkan dua perusahaan yang mempunyai tipe aktiva tak berwujud yang sama memiliki akuntansi yang berbeda untuk setiap aktivitasnya. Perusahaan yang menciptakan aset secara internal tidak tampak nilainya asetnya, sedangakan jika perusahaan membeli aset ini perusahaan merefleksikannya pada neraca.

Pertanyaan yang dihadapi oleh investor dalam membedakan antara aset yang dibeli dan aset yang secara internal dikembangkan adalah adakah perbedaan keuntungan yang pasti dimasa depan untuk kedua aset tersebut. Jika tidak ada perbedaan, investor akan melihat keduanya sebagai aset yang berharga dan menarik untuk meningkatkan nilai aset tersebut, bagaimana aset tersebut dikelola, dan apakah aset tersebut mengalami penurunan nilai selama periode tertentu. Sebagai konsekwensinya, jika akuntan tidak memilih untuk mengakui perolehan aset secara internal, investor akan berjuang untuk mencari alternatif sumber informasi mengenai aset tersebut.

d. Nilai pasar menjadi relevan jika anda berniat untuk menjual suatu aset.

Sudah menjadi hal umum diantara para akuntan untuk peduli terhadap fair value yang relevan, jika pemilik berniat untuk menjual asetnya. Sebagai contoh yang telah dijelaskan diatas, aturan U.S. dalam menilai surat berharga menjadi berbentuk uang mensyaratkan pemilik untuk menilai aset-aset tersebut pada fair value-nya jika mereka berniat untuk menjual aset tersebut atau alat yang tersedia untuk dijual. Jika manajemen berniat untuk memegang instrumnet ini hingga jatuh tempo, maka mereka akan dinilai sebesar historical cost-nya

Logika ini mengimplikasikan bahwa memungkinkan untuk menghindari kerugian ekonomis dengan tidak menjual aset.

Leave a Reply

itung-itung

go..go..The Reds...

We had Heighway on the wing....
We had dreams and songs to sing....
of the glory round the Fields of Anfield Road